15.3.10
BAB 6
“Oke..” kata Reza.
“Chicken cordon bleu, sama ice cappucino-nya ya, Mbak!” kata Rashia sambil memesan. ketika mereka telah mendudukki sebuah restoran.
“Cicken cordon bleu nya pake kentang atau nasi, Mbak?” tanya pelayannya.
“Kentang aja deh, Mbak.” jawab Rashia.
“Ada lagi yang mau dipesan?” tanya petugas itu lagi.
“Emm, Bang, mau pesen gak?” tanya Rashia membuyarkan lamunan Reza yang dari tadi diem dan menunduk terus. Gak tau deh tuh anak ngelamunin apa.
“HEH?” tanya Reza kaget.
“Kok kaget gitu sih, Bang? Abang mau mesen apa?” tanya Rashia lagi.
“Es teh manis aja deh satu.” kata Reza dan menatap petugasnya.
Petugas itu kaget melihat wajah Reza, “Reza?”
“Anya?” tanya Reza.
“Lo ngapa.. ehm.. eh, ini Rashia ya? Adik lo yang sering lo ceritain?” tanya Anya malu-malu. Lho, kenapa mukanya merah gitu? Tanya Rashia dalam hati.
“Iya, adik gue.” kata Reza dengan mimik yang selama ini tidak pernah Rashia lihat.
Rashia heran. Sebenernya pelayan ini siapa? Orang pentingkah buat Reza? Atau cuman temennya Reza? Tapi kalo sama temen ceweknya, mimik muka Reza gak kayak gitu. Anya siapa sih? Atau jangan-jangan Anya.... “Abang kenal?” tanya Rashia spontan.
“Iya, temen aku, Sya.” kata Reza.
“Iya, aku temennya Reza. Anya.” kata Anya sambil mengulurkan tangannya.
“Oh, aku Rashia.” kata Rashia membalas uluran tangan itu sambil tersenyum.
“Kamu mirip banget ya, sama Reza.” kata Anya.
“Hehehe.” Rashia cengengesan.
“Oh, emm, gue bikinin pesanan kalian dulu, ya, Rez. Oh iya, seneng kenalan sama kamu, Rashia.” kata Anya sambil tersenyum.
“Seneng juga ketemu sama Kak Anya.” kata Rashia sambil tersenyum juga. Cewek baik. Batin Rashia.
Reza masih terdiam dalam senyumannya.
“Baik, cantik lagi. Temen abang?” tanya Rashia.
“Iya. Cantik, ya? Padahal dia kan bisa jadi artis. Aktingnya aja keren. Tapi dia malah pengen kerja di sini. Katanya dia gak begitu tertarik jadi artis. Sayang banget. Tapi emang sih, orangnya rendah diri banget. Baik banget. Cantik lagi. Perfect. Ya gak, Sya?” tanya Reza sambil menoleh ke adiknya.
Rashia menahan tawanya, “Abang suka?” tanya Rashia.
“Heh? Suka? Gak.. gak mungkin lah, Sya.” kata Reza. Ah, gak suka tapi wajahnya merah gitu. Boong banget nih Reza.
“Ah masaa? Mukanya abang udah merah kayak gitu, masa gak suka?” goda Rashia.
“Terserah kamu deh, ya.” kata Reza pasrah.
“Berdoa aja bang, semoga yang nganterin pesenan kita, Kak Anya lagi. Hahaha.” kata Rashia sambil tertawa.
“Apa sih, Sya? Diem aja deeh.” kata Reza malu-malu.
“Waaah, abang jatuh cinta.” goda Rashia lagi.
“Enggak.” Elak Reza.
“Iya.”
“Enggak.”
“Iya,”
“Enggak.”
“Iya.”
“Rashia?” tanya sebuah suara asing. Gak asing sih bagi Rashia. Kayaknya dia kenal suara ini deh. Siapa? OH!
“Aldi? Revan?” kata Rashia sambil melihat Aldi dan Revan yang sudah duduk daritadi di sebelah meja Rashia dan Reza.
“Wah, kebetulan banget ya, kita ketemu di sini!” kata Aldi.
“Iya ya.. hehe.” kata Rashia. Mukanya memerah. Bukan karena Aldi. Tapi karena ada Revan di situ.
“Cowok lo, Sya?” Tanya Revan tiba-tiba. Mukanya jadi kayak jutek gitu. Kenapa ya? Cemburu? Ah, gak mungkin. Ini mah paling gue aja yang ke-GR-an. Pikir Rashia.
“Bukan. Kakak gue.” jawab Rashia singkat.
“Oh, gitu. Gue kira cowok lo.” kata Revan.
“EHM.” Reza berdehem. Dia merasa dikacangin.
“Oh iya, Aldi, Revan, ini abang gue. Namanya Vareza Yudhistira. Panggil aja Bang Reza.” kata Rashia memperkenalkan abangnya kepada dua orang temannya itu.
“Reza.” kata Reza sambil bersalaman dengan Revan
“Revan.” kata Revan.
“Reza.” kata Reza lagi, sambil bersalaman dengan Aldi.
“Aldi.” kata Aldi singkat.
“Jadi, di sini siapa yang cowoknya Rashia?” tanya Reza langsung. Gile ya ini abang, menjaga adiknya banget gitu deh.
“Gak ada kok, Bang. Kita cuman temenan aja.” jawab Revan.
“Iya, tapi kalo di sekolah banyak banget, Bang, yang naksir Rashia. Abang harus bersyukur tuh punya adik kayak Rashia.” jelas Aldi.
“Oh gitu yaa.. terus Rashia sama cowok, deket sama siapa?” tanya Reza.
“Gak tau tuh, Bang. Kita berdua juga baru kenal sama Rashia kok.” kata Revan.
“Iya, Bang.” Kata Aldi manggut-manggut.
“Oh.. gitu.” kata Reza.
“Lagian temen-temen deket cowok aku beda SMA semua bang sama aku.” kata Rashia melengkapi.
“Oh begitu.. Kalian gabung aja yuk di sini! Satuin aja mejanya.” ajak Reza.
“Boleh juga tuh, Bang.” kata Aldi.
Setelah menyatukkan meja, pesanan Rashia dan Reza-pun datang.
“Wah.. Kak Anya lagi lho, Bang.” kata Rashia pelan kepada abangnya, ketika Anya sudah mulai berjalan mendekat ke meja mereka.
“Apa sih kamu?” kata Reza mulai sebel lagi digodain sama adiknya.
“Ini dia pesanannya. Chicken cordon bleu, ice cappucini, dan es teh manis.” kata Anya mengantarkan seluruh pesanan Rashia dan Reza.
“Makasih ya, Kak Anya.” kata Rashia.
“Oh iya, kalian kan belom mesen, mau mesen gak?” tanya Reza.
“Iya juga ya, ya udah deh, Mbak, saya pesen Nasi goreng special, sama Orange Float. Van, mau mesen gak?” tanya Aldi setelah menyebutkan pesanannya.
“Boleh deh, Sphagetti Bolognaise sama Green Tea yang anget ya, Mbak!” kata Revan.
“Oke.” kata Anya. “Em, Rez, bisa ngomong sesuatu gak, sama lo?” tanya Anya sebelum pergi.
“Boleh. Apaan?” tanya Reza.
“Lo ikut gue, yuk!” kata Anya.
Reza berdiri dan mengikuti Anya ke arah dapur. Setelah itu mereka masuk ke ruang office, dan menutup pintu.
“Abang lo kenal sama pelayan itu, Sya?” tanya Aldi.
“Kenal. Kayaknya sih mereka saling suka, deh.” kata Rashia sambil memakan Cordon Bleu-nya.
“Emm.. gitu.” kata Aldi.
“Abang lo mirip ya, Sya sama lo.” kata Revan.
“Iya, memang. Banyak orang yang ngira, gue sama Bang Reza kembar. Padahal umur kita aja bedanya lumayan jauh.” kata Rashia.
“Emang beda berapa tahun?” tanya Revan lagi
“Tujuh apa delapan gitulah. Tapi pada ngira kembar. Aneh banget kan? Muka gue yang ketuaan kali yaaa.. haha.” kata Rashia.
“Ah, gak kok. Lo kan cantik, Sya. Masa ketuaan? Abang lo aja yang mukanya kemudaan.” kata Revan.
Deg. Jantung Rashia serasa berhenti berdetak. Cantik? Revan bilang gue cantik? Gak salah nih? Gue lagi mimpi ya? Batin Rashia.
“Ekhem. Kok diem?” tanya Aldi.
“Gak papa ko.” kata Rashia sok tenang. Padahal dia degdegan setengah mati.
Gak lama kemudian, Reza dateng.
“Ngapain aja, Bang? Ngobrol apa aja?” tanya Rashia yang penasaran.
“Itu, dia tadi curhat. Adiknya divonis kanker.” kata Reza yang wajahnya ikut-ikutan sayu.
“Hah? Kok tadi keliatannya ceria-ceria aja sih mukanya?” tanya Revan yang ikut menyimak pembicaraan Rashia dan Reza.
“Dia emang gitu. Kalo sedih asti mukanya tetep ceria. Tetep senyum, tetep.. cantik.” kata Reza sambil membayangkan kecantikkan Anya.
“Terus tadi dia cerita apa aja, Bang? Kok ceritanya ke Abang sih?” tanya Rashia lagi.
“Dia emang kalo cerita sama Abang, Sya. Tadi dia cerita sambil nangis. Abang jadi pengen meluk. Kasian banget.” kata Reza.
“Oooh gitu. Terus gimana? Adiknya bisa sembuh gak, bang?” tanya Aldi yang penasaran juga.
“Adiknya Kanker Darah. Udah stadium tiga. Jadi, Anya sama keluarganya baru tau kalo adiknya itu Kanker pas kankernya udah parah. Kemungkinan sih gak ada harapan. Kata dokternya, tinggal nunggu.” kata Reza sedih.
“Ya ampun. Terus mereka ada biayanya gak, Bang?” tanya Rashia.
“Ada lah.. Anya itu gak miskin lho, Sya. Sebenernya yang punya restoran ini, berserta cabang-cabangnya di kota lain, itu keluarga Anya.” kata Reza.
“HAH? Berarti Kak Anya orang kaya dong? Restoran ini kan terkenal banget!” kata Rashia.
“Iya, memang.” kata Reza.
“Terus, ngapain dia kerja di sini? Jadi pelayan, lagi.” kata Revan.
“Anya emang gitu. Dia pengen ngerasain kerja sendiri. Jadi biar agak santai, dia kerja di restoran punya keluarganya sendiri dulu. Padahal gak usah kerja juga, duitnya segunung, kali.” kata Reza.
“Kasian banget ya adiknya Kak Anya. Kasian juga Kak Anya-nya.” kata Rashia. Ikut merasakan kesedihan yang dirasakan Anya.
“Itu emang udah jadi takdirnya, Sya.” kata Revan sambil menggenggam jemari Rashia yang duduk di sebelahnya.
Deg. Lagi-lagi jantung Rashia kayak mau copot.
“I.. iya kali ya, Van.” kata Rashia grogi. Revan pun melepaskan genggaman tangannya.
Aldi yang melihat adegan itu menahan senyum. Akhirnya Revan berani juga kayak gitu ke cewek. Batin Aldi.
*****
“Jadi, di antara mereka berdua, siapa yang kamu suka?” tanya Reza di dalam mobil, saat perjalanan pulang.
“Hah? Gak ada. Masa baru kenal langsung suka sih? Ah gimana deeh.” kata Rashia mengelak.
“Halah.. dari tadi muka kamu merah terus pas makan. Berarti ada yang ditaksir, kan?” tanya Reza sambil menoleh sekilas ke arah adiknya.
“Enggak. Yeeee.. abang sotoy ah!” kata Rashia malu-malu.
“Rashia.. udah deh sayangku cintaku.. ngaku aja sama Abang.” kata Reza.
“ENGGAK MAU. Lagian emang Rashia lagi gak naksir siapa-siapa kok Bang. Abang aja yang gak percayaan.” kata Rashia.
“Huwooo.. Ya Tuhan.. Akhirnya adikku jatuh cinta juga. Alhamdulillah.” kata Reza lebe.
“Siapa yang jatuh cinta coba? Yang ada Abang tuh lagi jatuh cinta sama Kak Anya!” kata Rashia.
“Udah deh, Sya. Jangan menglihkan pembicaraan.” kata Reza.
“Biarin. Abang gak sedih juga apa, ngeliat Kak Anya sedih?” tanya Rashia.
“Sedih banget kali, Sya. Tapi kan emang udah begitu takdirnya. Mau diapain lagi. Eh yang tadi megang tangan kamu siapa namanya?” tanya Reza.
“Abang liat?” tanya Rashia.
“HELLO.. Ya liat lah! Abang kan persis di depan kamu! Siapa namanya? Revan, ya? Ganteng tuh anak!” kata Reza.
“Hahaha. Tumben bilang cowok lain ganteng.” kata Rashia.
“Sekali-kali muji calon pacar adik sendiri, gak ada slaahnya.” kata Reza.
“Siapa coba ih? Siapa yang mau juga lagian sama Revan? HUEK.” kata Rashia.
“Halaaah.. udah deh, Sya. Abang gak bakalan bisa dibohongin sama kamu.” kata Reza sotoy.
“Terserah abang aja deh.” kata Rashia pasrah.
“Berarti kalo Abang mengasumsikan kamu suka sama Revan boleh, ya?” tanya Reza.
“ENGGAK. Apa sih, bang? Orang aku gak suka sama Revan.” kata Rashia sambil menatap ke jendela.
“Kan kata kamu terserah abang aja. Berarti apa yang abang bilang boleh. Kan terserah.” kata Reza.
“Iya juga sih.. tapi kecuali yang satu itu deh!” kata Rashia.
“Gak ada kecuali-kecualian..” kata Reza.
“Abang pengen ditendang ya haah?” kata Rashia sambil mencubit pipi abangnya.
“AWW.. itu mah dicubit bukan ditendang!” kata Reza.
“Kalo nendang susah.” kata Rashia.
“Woo. Udah ah! Lepasin cubitannya! Entar kecelakaan lho. Hiiy.. serem ah. Lepas cubitannya!” kata Reza.
“Oke oke oke.” kata Rashia melepas cubitannya.
Apa bener, gue suka sama Revan? batinnya.
BAB 5
“ANDIIIN!” teriak Rashia di ujung telepon.
“Aww.. kenapa sih non, make teriak-teriak segala?” tanya Andin yang sedikit kaget oleh teriakan Rashia di seberang sana.
“Anterin gue nonton yuk! Gue bete nih di rumah. Terus di bioskop emang lagi banyak film bagus. Yuk, anteriiiiin!” kata Rashia memohon.
“Aduh.. bukannya gue lagi gak mau nonton atau apa ya.. tapi gue ada acara sama Danan. Aduh maaf banget ya, Sya.” kata Andin menyesal.
“Ohh gitu ya.. Ya udah deh gapapa. Lagian gue juga bego banget lagi. Tau weekend pasti kan banyak pasangan yang jalan-jalan yah... Hahaha.” Kata Rashia dengan nada kecewa.
Andin jadi gak enak, “Ya udah kalo emang lo bete, lo ikut aja yuk sama gue sama Danan ke Dufan. Mau gak?” ajak Andin.
“Enggaklah.. gila aja kali gue ngeganggu dua pasangan yang sedang dimabuk asmara.” kata Rashia.
“Hahaha. Nyantai aja kali Sya sama gue mah.. Hahaha. Lagian Danan juga gak bakal keberatan kali, kalo elo ikut. Lo kan yang udah bantuin gue sama Danan jadian waktu itu.” kata Andin. Rashia emang yang nyomblangin mereka berdua supaya jadian.
“Tapi kan gak enak ganggu kalian.” kata Rashia.
“Eh, Sya, udah dulu ya! Danan udah jemput nih.. Byee!” kata Andin sambil menutup telepon.
“Bye!” kata Rashia sambil menutup telepon dengan tidak bersemangat.
Kadang-kadang Rashia juga suka ngiri sama Danan sama Andin. Mereka suka mesra gimanaaa gitu. Meskipun Danan emang bukan tipe cowok romantis, tapi setiap Rashia ngeliat Andin sama Danan lagi berdua, kayaknya mereka tuh pasangan yang paling berbahagia sedunia. Kayaknya dunia emang milik berdua gitu deh. Rashia suka jadi pengen punya pacar kalo ngeliat mereka berdua.
“Hah.. daripada gue ubanan gara-gara diem di rumah terus, mending gue nonton sendiri ajalah. No problemo juga kan nonton sendiri? Hmm.. good idea, Rashia.” gumamnya pada diri sendiri.
*****
“Sayang..” kata Danan tersenyum menyambut kekasihnya.
“Hai..” kata Andin tersenyum juga. Entah kenapa, walaupun mereka udah lama jadian, rasa canggung itu masih ada. Udah gitu, Andin gak bisa ngilangin rasa deg-degannya setiap ada di deket Danan. Perasaan Andin setiap deket Danan itu, deg-degan, tapi nyaman.
“Udah siap?” kata Danan sambil berdiri dari kursi depan rumah Andin itu.
“Udah dari tadi kali. Kamu aja yang lama jemputnya. Hehehe.” kata Andin cengengesan.
“Hahaha. Maaf dong sayang.. kamu kan tau, sekarang weekend, pasti macet banget lah..” kata Danan sambil merengkuh kekasihnya.
“Em.. Berangkat yuk! Kayaknya daritadi udah diliatin papa deh..” kata Andin sambil melihat ke dalam. Papanya yang sedari tadi memperhatikan hanya tersenyum memandangi anak gadisnya.
“Oh.. iya deh.. Om, saya permisi dulu ya! Mau bawa Andin jalan. Heehe.” kata Danan sambil menghampiri papanya Andin.
“Iya, jagain Andin ya, Dan.” kata Papanya Andin sambil tersenyum.
“Dah, Papa!” kata Andin sambil berjalan ke mobilnya Danan.
Papanya Andin pun melambaikan tangannya.
Andin sangat mirip mamanya. Pikirnya.
*****
“Say, kita ke rumah Rashia dulu yuk!” ajak Andin ketika mereka sedang di tengah perjalanan.
“Mau ngapain?” tanya Danan smabil memperhatikan jalanan yang maceeet buangeet.
“Dia tadi ngajakin aku nonton, tapi aku kan mau pergi sama kamu. Makanya, aku mau ngajak dia aja buat pergi sama kita. Boleh ga?” tanya Andin sambil menatap pacarnya.
Danan menoleh. “Boleh banget. Kalo buat Rashia, kapanpun dia mau gabung, gue bakal setuju. Kalo gak ada dia, belum tentu kan kita berdua, kayak gini.” kata Danan sambil menggerling nakal.
“Ih kamu centil.” kata Andin.
“Biarin dong, kan sama pacar sendiri.” kata Danan sambil menatap lekat gadisnya itu.
“Ih udah ah jangan liatin aku terus. Kamu liatnya ke depan dong. Kan lagi nyetir.” kata Andin.
“Kan macet. Jadi kan berhenti mobilnya. Justru kalo jalan entar malah mobil aku nabrak. Terus kalo aku merhatiin ke depan, buat apa coba? Cuma ada mobil doang. Mending liatin kamu.” kata Danan, masih tersenyum.
Wajah Andin memerah.
“Bibir kamu lucu ya, merah gimanaa gitu. Hehehe.” kata Danan sambil cengengesan.
“Iya gitu? Merah? Masa sih?” tanya Andin sambil memegang bibirnya.
“Iya.” kata Danan pendek.
“Perasaan biasa aja deh. Abis makan apa ya, aku? Sampe bisa merah gini?” kata Andin heran.
“ Boleh aku cium gak?” tanya Danan. Ekspresi wajahnya berubah.
“Heh?” Andin menoleh kaget.
“Boleh aku cium gak?” tanya Danan masih dengan ekspresi wajahnya yang beda.
Andin tidak menjawab. Tapi cukup meyakinkan Danan, bahwa jawabannya adalah, “ya”.
Danan beringsut maju dan mengecup kedua belah bibir kekasihnya.
*****
“Ma, mobil mana?” tanya Rashia. Seingatnya, mobil keluarganya itu ada tiga, tapi kok menghilang semua.
“Dipake papa ke Bandung.” kata Mamanya sambil membaca majalah di ruang tengah.
“Yang dua lagi?” tanya Rashia.
“Yang satu dipake Pak Mardi ke pasar, nganterin Bibik. Yang satunya lagi dipake Bang Reza.” kata Mama.
“Yah.. Rashia gak bisa pergi dong, Ma?” tanya Rashia.
“Emang kamu mau kemana?” tanya Mama.
“Mau nonton.” kata Rashia pendek, sambil berjalan ke arah kulkas mengambil orange juice.
“Oh.. ya udah, biar mama teleponin Bang Reza, ya? Jadi kamu nontonnya sama Bang Reza aja.” tanya Mama sambil menyebutkan nama Kakaknya Rashia. Kakaknya sering pergi. Tapi kalo weekend gini ya, di rumah.
“Ya udah deh. buruan ma, teleponin Bang Reza.” kata Rashia.
“Iya.. iya..” kata mama sambil mengambil BlackBarry-nya.
Tak berapa lama kemudian, ada sebuah mobil berhenti di depan rumah Rashia. “RASHIAA!” kata Andin dan Danan keluar dari mobil itu.
“Hey, Ndin! Ngapain lo ke sini?” tanya Rashia heran.
“Lo udah siap?” tanya Anin sambil memperhatikan penampilan Rashia. Rashia emang udah dandan.
“Hah? Siap? Ngapain? Kemana? Gue mau jalan sama Bang Reza, Ndin.” kata Rashia.
“Ohh.. sayang banget. Padahal tadinya gue mau ngajak lo ikut sama gue sama Danan.” kata Andin kecewa.
“Iya nih, Sya. Padahal kayaknya seru kalo maen-maen sama lo di Dufan.” kata Danan.
“Enggak lah.. Gila aja. Entar gue jadi kambing congek lagi.” kata Rashia cengengesan.
“Iya juga sih.. hehe.” kata Danan sambil garuk-garuk kepalanya yang gak gatel.
“Iya juga ya.. Ya udah deh, selamat nonton sama Bang Reza ya, Sya! Gue pergi dulu. Hehehe. Tante, Andin permisi ya!” kata Andin sambil melambaikan tangan pada mamanya Rashia.
“Iya Tante, Danan juga permisi ya! Dadah Rashia!” kata Danan sambil menuju mobilnya.
“Oke, daah!” kata Mama Rashia.
“Iya, have a nice time ya di Dufan!” kata Rashia tersenyum.
“Oke, thanks ya, Sya!” kata Danan sambil melambaikan tangannya melalu jendela mobil.
Dan, mobil hitam itu pun melaju.
“Sya, kamu kapan mau punya pacar?” tanya mamanya.
“Ehm.. belom kepikiran, Ma. Lagian kan, aku mau belajar dulu.” kata Rashia.
“Kamu sama Reza sama aja ya. Reza juga gitu lho, pas seumuran kamu. Dan sampai sekarang, mana? Dia belum punya pacar juga, kan?” kata Mama.
“Kan, Bang Reza mungkin lagi nunggu Skripsi-nya beres dulu kali, Ma.” kata Rashia.
“Entar pas skiripsi udah selesai, mau nyari kerja dulu, ga mikirin pacaran. Terus pas udah dapet kerja pasti bilangnya, mau mikirin karir dulu, gak mau pcaran. Selalu begitu, kan?” kata Mama. Bener juga sih.
“Iya sih, Ma. Tapi kalo jodoh kan udah ada yang ngatur, Ma.” kata Rashia.
“Rejeki juga udah ada yang ngatur kok.” kata Mama.
“Hehehe.” Rashia ketawa.
“Kamu jangan kayak Reza ya, Sya. Pokoknya buruan cari pacar. Kalo enggak entar
mama jodohin loh!” kata Mama sambil menjawil hidung anaknya.
“Ya.. mama jahat amat sama Rashia.” kata Rashia.
“Kan biar kamu cari cowok, sayang. Mama gak mau anak mama jadi perawan tua.”
kata Mama.
“Yee.. gak gitu juga kali, Ma. Tapi cepet atau lambat juga, Rashia bakaln punya cowok kok Ma. Tenang aja, daaan... jangan sekali-kali mencba buat jodohin Rashia.” kata Rashia.
“Siip!” kata Mama.
“Assalamu’alaikum.” Reza membuka pintu depan.
“Eh, tuh abang kamu udah dateng, Sya.” kata Mama.
“Abaaang. Kangeeeen.” kata Rashia sambil berlali ke ruang tamu untuk memeluk abangnya. Reza emang jarang ketemu Rashia. Reza sekarang suka nginep di rumah temennya. Ngerjain skripsi.
“Abang juga kangen.” kata Reza sambil memeluk balik adik kesayangannya itu.
“Abang mau nemenin Rashia nonton kan, bang?” tanya Rashia sambil melepas pelukannya.
“Maulah. Mumpung abang lagi gak sibuk.” kata Reza.
“Oke, sekarang abang yang milih deh. Abang mau film apa?” tanya Rashia sambil berjalan menuju ruang keluarga, mengambil koran dan mencari-cari film yang bagus.
Reza pun mengikuti adiknya ke ruang keluarga.
“Yang ini bagus, Sya.” kata Reza sambil menunjuk salah satu film action.
“Abang mau yang ini?” tanya Rashia.
“Kalo kamu mau itu juga.” kata Reza sambil melepas jaketnya.
“Aku mau kok. Ya udah film ini aja. Berangkat sekarang yuk! Eh, abang capek gak? Kalo abang capek, berangkatnya entar siangan dikit aja.” kata Rashia.
“Gak usah, sekarang aja. Abang siap-siap dulu ya, Sya. Soalnya abang belum mandi nih.” kata Reza sambil naik ke atas.
“Reza, udah sarapan belum?” tanya Mama dari arah dapur.
“Udah Ma, tadi di rumah Raka.” kata Reza sambil menyebut nama temannya.
“Oh. Kamu mau dibikinin jus apa sayang?” tanya Mama.
“Jus Jambu boleh tuh kayaknya Ma. Hehehe.” kata Reza yang sudah memasuki kamar mandi di lantai dua.
“Ya udah mama bikinin. Kamu cepetan ya mandinya sayang.” kata Mamanya sambil mengambil beberapa buah jambu dari kulkas.
“Oke. Yang enak ya, Ma!” kata Reza.
“Oke deh!” kata Mamanya sambil memblender Jambu-jambu itu.
“Ma, papa kemana sih?” tanya Reza lagi.
“Ke Bandung, ada urusan di sana.” kata Mama.
“Mm..” gumam Reza. Sebenernya Reza udah tau, pasti papanya gak bakalan ada di rumah. Reza dan anggota keluarganya yang lain emang jarang banget ketemu Papa. Mama ada di rumah pas weekend gini juga udah untung banget lho sebenernya. Soalnya Mama juga orang sibuk. Tapi Reza tau kok, Papa dan Mama mereka sibuk begitu untuk kehidupan mereka juga.
*****
“Abang, kok lama mandinya?” seru Rashia dari lantai bawah. Sambil berdiri dan menyedekapkan kedua tangannya.
“Ini bentar lagi beres kok, Sya.” kata Reza sambil memakai kaosnya. Menyemprotkan sedikit parfum, dan, selesai.
“Lama banget deh, Bang.” kata Rashia. Jus Jambunya udah jadi daritadi, tapi abangnya belum beres juga mandinya. Mana Rashia udah siap lagi, bisa bisa Rashia keburu berantakkan lagi deh dandanannya.
“Iya, sayang. Ini udah beres, kan?” kata Reza sambil turun dari tangga.
“Hehehe.” Rashia cengengesan.
“Makanya jangan ngambek dulu.” kata Reza sambil menjawil hidung mancung adiknya itu. Reza dan Rashia, sangat mirip. Hanya bedanya, Rashia cewek, Reza cowok. Hidung mereka sama persis, mancung. Bibir tebal, kulit putih, mata bulat, dan warna mata mereka coklat tua. Warna yang indah banget.
“Buruan gih abisin tuh Jus Jambunya! Ayo berangkat. Aku udah gak sabar nonton filmnya. Tadi aku baca sinopsisnya di majalah. Kayaknya seru banget.” kata Rashia sambil duduk di sofa.
“Iya iyaa..” kata Reza setelah menghabiskan titik terakhir Jus Jambunya.
“Gile, cepet banget Bang minumnya?” kata Rashia terkagum-kagum. Iyalah, baru juga berapa detik, Jus-nya udah langsung abis.
“Hehe. Kan kata kamu yang cepet.” kata Reza.
“Iya, terserah deh. Ayo sekarang berangkat!” kata Rashia sambil menarik tangan Abangnya.
“Eit. Pamitan dulu dong sama Mama.” kata Reza.
“Oh iya, astagfirullah hal’adzim. Kok bisa lupa ya aku?” kata Rashia.
“Hahaha, Mama..” kata Reza sambil memanggil mamanya.
“Iya sayang, kenapa? Mau berangkat ya?” tanya Mamanya muncul habis dari ruang kerjanya.
“Iya, Ma. Berangkat dulu ya, Ma.” kata Reza sambil mencium kedua tangan Mamanya.
“Rashia juga ya, Ma.” kata Rashia sambil mencium tangan Mamanya juga.
“Hati-hati ya. Eh, butuh uang jajan gak?” tanya Mama.
“Hehe. Butuh, Ma.” kata Rashia.
“Bentar ya, Mama ambilin dulu.” kata Mama sambil memasukkin ruang kerjanya dan mengambil dompet.
“Cukup gak segini?” tanya Mama sambil mengeluarkan uang dari dalam dompet dan mengeluarkan tujuh lembar uang seratus ribuan.
“CUKUP BANGET MA!” kata Rashia semangat.
“Oke, nih buat kamu. Reza, butuh uang jajan juga, gak?” tanya Mama.
Reza yang udah mupeng dari tadi ngeliatin Rashia yang daprt duit segitu, langsung jawab, “BUTUH MA, BUTUH!”
“Wess.. tenang dong, santai aja jawabnya.” kata Mama sambil mengeluarkan sembilan lembar uang seratrus ribuan.
“Cukup gak?” tanya Mama lagi.
“Kenapa gak ditambahin satu lembar lagi, Ma? Ini mah, tanggung.” kata Reza.
“Iya juga ya.” kata Mama. Lalu mengambil satu lembar uang seratus ribuan lagi untuk anak cowoknya itu.
“Thanks ya Ma!” kata Rza sambil cengengesan.
“Iya, jangan malem-malem ya pulangnya!” kata Mama.
“Oke, Ma!” kata Reza sambil membuka pintu rumah, dan menghampiri mobilnya.
“Dadah Mama!” kata Rashia sambil menutup kembail pintu rumah.
Ada kesalahan
BAB 6
“Oke..” kata Reza.
“Chicken cordon bleu, sama ice cappucino-nya ya, Mbak!” kata Rashia sambil memesan. ketika mereka telah mendudukki sebuah restoran.
“Cicken cordon bleu nya pake kentang atau nasi, Mbak?” tanya pelayannya.
“Kentang aja deh, Mbak.” jawab Rashia.
“Ada lagi yang mau dipesan?” tanya petugas itu lagi.
“Emm, Bang, mau pesen gak?” tanya Rashia membuyarkan lamunan Reza yang dari tadi diem dan menunduk terus. Gak tau deh tuh anak ngelamunin apa.
“HEH?” tanya Reza kaget.
“Kok kaget gitu sih, Bang? Abang mau mesen apa?” tanya Rashia lagi.
“Es teh manis aja deh satu.” kata Reza dan menatap petugasnya.
Petugas itu kaget melihat wajah Reza, “Reza?”
“Anya?” tanya Reza.
“Lo ngapa.. ehm.. eh, ini Rashia ya? Adik lo yang sering lo ceritain?” tanya Anya malu-malu. Lho, kenapa mukanya merah gitu? Tanya Rashia dalam hati.
“Iya, adik gue.” kata Reza dengan mimik yang selama ini tidak pernah Rashia lihat.
Rashia heran. Sebenernya pelayan ini siapa? Orang pentingkah buat Reza? Atau cuman temennya Reza? Tapi kalo sama temen ceweknya, mimik muka Reza gak kayak gitu. Anya siapa sih? Atau jangan-jangan Anya.... “Abang kenal?” tanya Rashia spontan.
“Iya, temen aku, Sya.” kata Reza.
“Iya, aku temennya Reza. Anya.” kata Anya sambil mengulurkan tangannya.
“Oh, aku Rashia.” kata Rashia membalas uluran tangan itu sambil tersenyum.
“Kamu mirip banget ya, sama Reza.” kata Anya.
“Hehehe.” Rashia cengengesan.
“Oh, emm, gue bikinin pesanan kalian dulu, ya, Rez. Oh iya, seneng kenalan sama kamu, Rashia.” kata Anya sambil tersenyum.
“Seneng juga ketemu sama Kak Anya.” kata Rashia sambil tersenyum juga. Cewek baik. Batin Rashia.
Reza masih terdiam dalam senyumannya.
“Baik, cantik lagi. Temen abang?” tanya Rashia.
“Iya. Cantik, ya? Padahal dia kan bisa jadi artis. Aktingnya aja keren. Tapi dia malah pengen kerja di sini. Katanya dia gak begitu tertarik jadi artis. Sayang banget. Tapi emang sih, orangnya rendah diri banget. Baik banget. Cantik lagi. Perfect. Ya gak, Sya?” tanya Reza sambil menoleh ke adiknya.
Rashia menahan tawanya, “Abang suka?” tanya Rashia.
“Heh? Suka? Gak.. gak mungkin lah, Sya.” kata Reza. Ah, gak suka tapi wajahnya merah gitu. Boong banget nih Reza.
“Ah masaa? Mukanya abang udah merah kayak gitu, masa gak suka?” goda Rashia.
“Terserah kamu deh, ya.” kata Reza pasrah.
“Berdoa aja bang, semoga yang nganterin pesenan kita, Kak Anya lagi. Hahaha.” kata Rashia sambil tertawa.
“Apa sih, Sya? Diem aja deeh.” kata Reza malu-malu.
“Waaah, abang jatuh cinta.” goda Rashia lagi.
“Enggak.” Elak Reza.
“Iya.”
“Enggak.”
“Iya,”
“Enggak.”
“Iya.”
“Rashia?” tanya sebuah suara asing. Gak asing sih bagi Rashia. Kayaknya dia kenal suara ini deh. Siapa? OH!
“Aldi? Revan?” kata Rashia sambil melihat Aldi dan Revan yang sudah duduk daritadi di sebelah meja Rashia dan Reza.
“Wah, kebetulan banget ya, kita ketemu di sini!” kata Aldi.
“Iya ya.. hehe.” kata Rashia. Mukanya memerah. Bukan karena Aldi. Tapi karena ada Revan di situ.
“Cowok lo, Sya?” Tanya Revan tiba-tiba. Mukanya jadi kayak jutek gitu. Kenapa ya? Cemburu? Ah, gak mungkin. Ini mah paling gue aja yang ke-GR-an. Pikir Rashia.
“Bukan. Kakak gue.” jawab Rashia singkat.
“Oh, gitu. Gue kira cowok lo.” kata Revan.
“EHM.” Reza berdehem. Dia merasa dikacangin.
“Oh iya, Aldi, Revan, ini abang gue. Namanya Vareza Yudhistira. Panggil aja Bang Reza.” kata Rashia memperkenalkan abangnya kepada dua orang temannya itu.
“Reza.” kata Reza sambil bersalaman dengan Revan
“Revan.” kata Revan.
“Reza.” kata Reza lagi, sambil bersalaman dengan Aldi.
“Aldi.” kata Aldi singkat.
“Jadi, di sini siapa yang cowoknya Rashia?” tanya Reza langsung. Gile ya ini abang, menjaga adiknya banget gitu deh.
“Gak ada kok, Bang. Kita cuman temenan aja.” jawab Revan.
“Iya, tapi kalo di sekolah banyak banget, Bang, yang naksir Rashia. Abang harus bersyukur tuh punya adik kayak Rashia.” jelas Aldi.
“Oh gitu yaa.. terus Rashia sama cowok, deket sama siapa?” tanya Reza.
“Gak tau tuh, Bang. Kita berdua juga baru kenal sama Rashia kok.” kata Revan.
“Iya, Bang.” Kata Aldi manggut-manggut.
“Oh.. gitu.” kata Reza.
“Lagian temen-temen deket cowok aku beda SMA semua bang sama aku.” kata Rashia melengkapi.
“Oh begitu.. Kalian gabung aja yuk di sini! Satuin aja mejanya.” ajak Reza.
“Boleh juga tuh, Bang.” kata Aldi.
Setelah menyatukkan meja, pesanan Rashia dan Reza-pun datang.
“Wah.. Kak Anya lagi lho, Bang.” kata Rashia pelan kepada abangnya, ketika Anya sudah mulai berjalan mendekat ke meja mereka.
“Apa sih kamu?” kata Reza mulai sebel lagi digodain sama adiknya.
“Ini dia pesanannya. Chicken cordon bleu, ice cappucini, dan es teh manis.” kata Anya mengantarkan seluruh pesanan Rashia dan Reza.
“Makasih ya, Kak Anya.” kata Rashia.
“Oh iya, kalian kan belom mesen, mau mesen gak?” tanya Reza.
“Iya juga ya, ya udah deh, Mbak, saya pesen Nasi goreng special, sama Orange Float. Van, mau mesen gak?” tanya Aldi setelah menyebutkan pesanannya.
“Boleh deh, Sphagetti Bolognaise sama Green Tea yang anget ya, Mbak!” kata Revan.
“Oke.” kata Anya. “Em, Rez, bisa ngomong sesuatu gak, sama lo?” tanya Anya sebelum pergi.
“Boleh. Apaan?” tanya Reza.
“Lo ikut gue, yuk!” kata Anya.
Reza berdiri dan mengikuti Anya ke arah dapur. Setelah itu mereka masuk ke ruang office, dan menutup pintu.
“Abang lo kenal sama pelayan itu, Sya?” tanya Aldi.
“Kenal. Kayaknya sih mereka saling suka, deh.” kata Rashia sambil memakan Cordon Bleu-nya.
“Emm.. gitu.” kata Aldi.
“Abang lo mirip ya, Sya sama lo.” kata Revan.
“Iya, memang. Banyak orang yang ngira, gue sama Bang Reza kembar. Padahal umur kita aja bedanya lumayan jauh.” kata Rashia.
“Emang beda berapa tahun?” tanya Revan lagi
“Tujuh apa delapan gitulah. Tapi pada ngira kembar. Aneh banget kan? Muka gue yang ketuaan kali yaaa.. haha.” kata Rashia.
“Ah, gak kok. Lo kan cantik, Sya. Masa ketuaan? Abang lo aja yang mukanya kemudaan.” kata Revan.
Deg. Jantung Rashia serasa berhenti berdetak. Cantik? Revan bilang gue cantik? Gak salah nih? Gue lagi mimpi ya? Batin Rashia.
“Ekhem. Kok diem?” tanya Aldi.
“Gak papa ko.” kata Rashia sok tenang. Padahal dia degdegan setengah mati.
Gak lama kemudian, Reza dateng.
“Ngapain aja, Bang? Ngobrol apa aja?” tanya Rashia yang penasaran.
“Itu, dia tadi curhat. Adiknya divonis kanker.” kata Reza yang wajahnya ikut-ikutan sayu.
“Hah? Kok tadi keliatannya ceria-ceria aja sih mukanya?” tanya Revan yang ikut menyimak pembicaraan Rashia dan Reza.
“Dia emang gitu. Kalo sedih asti mukanya tetep ceria. Tetep senyum, tetep.. cantik.” kata Reza sambil membayangkan kecantikkan Anya.
“Terus tadi dia cerita apa aja, Bang? Kok ceritanya ke Abang sih?” tanya Rashia lagi.
“Dia emang kalo cerita sama Abang, Sya. Tadi dia cerita sambil nangis. Abang jadi pengen meluk. Kasian banget.” kata Reza.
“Oooh gitu. Terus gimana? Adiknya bisa sembuh gak, bang?” tanya Aldi yang penasaran juga.
“Adiknya Kanker Darah. Udah stadium tiga. Jadi, Anya sama keluarganya baru tau kalo adiknya itu Kanker pas kankernya udah parah. Kemungkinan sih gak ada harapan. Kata dokternya, tinggal nunggu.” kata Reza sedih.
“Ya ampun. Terus mereka ada biayanya gak, Bang?” tanya Rashia.
“Ada lah.. Anya itu gak miskin lho, Sya. Sebenernya yang punya restoran ini, berserta cabang-cabangnya di kota lain, itu keluarga Anya.” kata Reza.
“HAH? Berarti Kak Anya orang kaya dong? Restoran ini kan terkenal banget!” kata Rashia.
“Iya, memang.” kata Reza.
“Terus, ngapain dia kerja di sini? Jadi pelayan, lagi.” kata Revan.
“Anya emang gitu. Dia pengen ngerasain kerja sendiri. Jadi biar agak santai, dia kerja di restoran punya keluarganya sendiri dulu. Padahal gak usah kerja juga, duitnya segunung, kali.” kata Reza.
“Kasian banget ya adiknya Kak Anya. Kasian juga Kak Anya-nya.” kata Rashia. Ikut merasakan kesedihan yang dirasakan Anya.
“Itu emang udah jadi takdirnya, Sya.” kata Revan sambil menggenggam jemari Rashia yang duduk di sebelahnya.
Deg. Lagi-lagi jantung Rashia kayak mau copot.
“I.. iya kali ya, Van.” kata Rashia grogi. Revan pun melepaskan genggaman tangannya.
Aldi yang melihat adegan itu menahan senyum. Akhirnya Revan berani juga kayak gitu ke cewek. Batin Aldi.
*****
“Jadi, di antara mereka berdua, siapa yang kamu suka?” tanya Reza di dalam mobil, saat perjalanan pulang.
“Hah? Gak ada. Masa baru kenal langsung suka sih? Ah gimana deeh.” kata Rashia mengelak.
“Halah.. dari tadi muka kamu merah terus pas makan. Berarti ada yang ditaksir, kan?” tanya Reza sambil menoleh sekilas ke arah adiknya.
“Enggak. Yeeee.. abang sotoy ah!” kata Rashia malu-malu.
“Rashia.. udah deh sayangku cintaku.. ngaku aja sama Abang.” kata Reza.
“ENGGAK MAU. Lagian emang Rashia lagi gak naksir siapa-siapa kok Bang. Abang aja yang gak percayaan.” kata Rashia.
“Huwooo.. Ya Tuhan.. Akhirnya adikku jatuh cinta juga. Alhamdulillah.” kata Reza lebe.
“Siapa yang jatuh cinta coba? Yang ada Abang tuh lagi jatuh cinta sama Kak Anya!” kata Rashia.
“Udah deh, Sya. Jangan menglihkan pembicaraan.” kata Reza.
“Biarin. Abang gak sedih juga apa, ngeliat Kak Anya sedih?” tanya Rashia.
“Sedih banget kali, Sya. Tapi kan emang udah begitu takdirnya. Mau diapain lagi. Eh yang tadi megang tangan kamu siapa namanya?” tanya Reza.
“Abang liat?” tanya Rashia.
“HELLO.. Ya liat lah! Abang kan persis di depan kamu! Siapa namanya? Revan, ya? Ganteng tuh anak!” kata Reza.
“Hahaha. Tumben bilang cowok lain ganteng.” kata Rashia.
“Sekali-kali muji calon pacar adik sendiri, gak ada slaahnya.” kata Reza.
“Siapa coba ih? Siapa yang mau juga lagian sama Revan? HUEK.” kata Rashia.
“Halaaah.. udah deh, Sya. Abang gak bakalan bisa dibohongin sama kamu.” kata Reza sotoy.
“Terserah abang aja deh.” kata Rashia pasrah.
“Berarti kalo Abang mengasumsikan kamu suka sama Revan boleh, ya?” tanya Reza.
“ENGGAK. Apa sih, bang? Orang aku gak suka sama Revan.” kata Rashia sambil menatap ke jendela.
“Kan kata kamu terserah abang aja. Berarti apa yang abang bilang boleh. Kan terserah.” kata Reza.
“Iya juga sih.. tapi kecuali yang satu itu deh!” kata Rashia.
“Gak ada kecuali-kecualian..” kata Reza.
“Abang pengen ditendang ya haah?” kata Rashia sambil mencubit pipi abangnya.
“AWW.. itu mah dicubit bukan ditendang!” kata Reza.
“Kalo nendang susah.” kata Rashia.
“Woo. Udah ah! Lepasin cubitannya! Entar kecelakaan lho. Hiiy.. serem ah. Lepas cubitannya!” kata Reza.
“Oke oke oke.” kata Rashia melepas cubitannya.
Apa bener, gue suka sama Revan? batinnya.
BAB 5
“ANDIIIN!” teriak Rashia di ujung telepon.
“Aww.. kenapa sih non, make teriak-teriak segala?” tanya Andin yang sedikit kaget oleh teriakan Rashia di seberang sana.
“Anterin gue nonton yuk! Gue bete nih di rumah. Terus di bioskop emang lagi banyak film bagus. Yuk, anteriiiiin!” kata Rashia memohon.
“Aduh.. bukannya gue lagi gak mau nonton atau apa ya.. tapi gue ada acara sama Danan. Aduh maaf banget ya, Sya.” kata Andin menyesal.
“Ohh gitu ya.. Ya udah deh gapapa. Lagian gue juga bego banget lagi. Tau weekend pasti kan banyak pasangan yang jalan-jalan yah... Hahaha.” Kata Rashia dengan nada kecewa.
Andin jadi gak enak, “Ya udah kalo emang lo bete, lo ikut aja yuk sama gue sama Danan ke Dufan. Mau gak?” ajak Andin.
“Enggaklah.. gila aja kali gue ngeganggu dua pasangan yang sedang dimabuk asmara.” kata Rashia.
“Hahaha. Nyantai aja kali Sya sama gue mah.. Hahaha. Lagian Danan juga gak bakal keberatan kali, kalo elo ikut. Lo kan yang udah bantuin gue sama Danan jadian waktu itu.” kata Andin. Rashia emang yang nyomblangin mereka berdua supaya jadian.
“Tapi kan gak enak ganggu kalian.” kata Rashia.
“Eh, Sya, udah dulu ya! Danan udah jemput nih.. Byee!” kata Andin sambil menutup telepon.
“Bye!” kata Rashia sambil menutup telepon dengan tidak bersemangat.
Kadang-kadang Rashia juga suka ngiri sama Danan sama Andin. Mereka suka mesra gimanaaa gitu. Meskipun Danan emang bukan tipe cowok romantis, tapi setiap Rashia ngeliat Andin sama Danan lagi berdua, kayaknya mereka tuh pasangan yang paling berbahagia sedunia. Kayaknya dunia emang milik berdua gitu deh. Rashia suka jadi pengen punya pacar kalo ngeliat mereka berdua.
“Hah.. daripada gue ubanan gara-gara diem di rumah terus, mending gue nonton sendiri ajalah. No problemo juga kan nonton sendiri? Hmm.. good idea, Rashia.” gumamnya pada diri sendiri.
*****
“Sayang..” kata Danan tersenyum menyambut kekasihnya.
“Hai..” kata Andin tersenyum juga. Entah kenapa, walaupun mereka udah lama jadian, rasa canggung itu masih ada. Udah gitu, Andin gak bisa ngilangin rasa deg-degannya setiap ada di deket Danan. Perasaan Andin setiap deket Danan itu, deg-degan, tapi nyaman.
“Udah siap?” kata Danan sambil berdiri dari kursi depan rumah Andin itu.
“Udah dari tadi kali. Kamu aja yang lama jemputnya. Hehehe.” kata Andin cengengesan.
“Hahaha. Maaf dong sayang.. kamu kan tau, sekarang weekend, pasti macet banget lah..” kata Danan sambil merengkuh kekasihnya.
“Em.. Berangkat yuk! Kayaknya daritadi udah diliatin papa deh..” kata Andin sambil melihat ke dalam. Papanya yang sedari tadi memperhatikan hanya tersenyum memandangi anak gadisnya.
“Oh.. iya deh.. Om, saya permisi dulu ya! Mau bawa Andin jalan. Heehe.” kata Danan sambil menghampiri papanya Andin.
“Iya, jagain Andin ya, Dan.” kata Papanya Andin sambil tersenyum.
“Dah, Papa!” kata Andin sambil berjalan ke mobilnya Danan.
Papanya Andin pun melambaikan tangannya.
Andin sangat mirip mamanya. Pikirnya.
*****
“Say, kita ke rumah Rashia dulu yuk!” ajak Andin ketika mereka sedang di tengah perjalanan.
“Mau ngapain?” tanya Danan smabil memperhatikan jalanan yang maceeet buangeet.
“Dia tadi ngajakin aku nonton, tapi aku kan mau pergi sama kamu. Makanya, aku mau ngajak dia aja buat pergi sama kita. Boleh ga?” tanya Andin sambil menatap pacarnya.
Danan menoleh. “Boleh banget. Kalo buat Rashia, kapanpun dia mau gabung, gue bakal setuju. Kalo gak ada dia, belum tentu kan kita berdua, kayak gini.” kata Danan sambil menggerling nakal.
“Ih kamu centil.” kata Andin.
“Biarin dong, kan sama pacar sendiri.” kata Danan sambil menatap lekat gadisnya itu.
“Ih udah ah jangan liatin aku terus. Kamu liatnya ke depan dong. Kan lagi nyetir.” kata Andin.
“Kan macet. Jadi kan berhenti mobilnya. Justru kalo jalan entar malah mobil aku nabrak. Terus kalo aku merhatiin ke depan, buat apa coba? Cuma ada mobil doang. Mending liatin kamu.” kata Danan, masih tersenyum.
Wajah Andin memerah.
“Bibir kamu lucu ya, merah gimanaa gitu. Hehehe.” kata Danan sambil cengengesan.
“Iya gitu? Merah? Masa sih?” tanya Andin sambil memegang bibirnya.
“Iya.” kata Danan pendek.
“Perasaan biasa aja deh. Abis makan apa ya, aku? Sampe bisa merah gini?” kata Andin heran.
“ Boleh aku cium gak?” tanya Danan. Ekspresi wajahnya berubah.
“Heh?” Andin menoleh kaget.
“Boleh aku cium gak?” tanya Danan masih dengan ekspresi wajahnya yang beda.
Andin tidak menjawab. Tapi cukup meyakinkan Danan, bahwa jawabannya adalah, “ya”.
Danan beringsut maju dan mengecup kedua belah bibir kekasihnya.
*****
“Ma, mobil mana?” tanya Rashia. Seingatnya, mobil keluarganya itu ada tiga, tapi kok menghilang semua.
“Dipake papa ke Bandung.” kata Mamanya sambil membaca majalah di ruang tengah.
“Yang dua lagi?” tanya Rashia.
“Yang satu dipake Pak Mardi ke pasar, nganterin Bibik. Yang satunya lagi dipake Bang Reza.” kata Mama.
“Yah.. Rashia gak bisa pergi dong, Ma?” tanya Rashia.
“Emang kamu mau kemana?” tanya Mama.
“Mau nonton.” kata Rashia pendek, sambil berjalan ke arah kulkas mengambil orange juice.
“Oh.. ya udah, biar mama teleponin Bang Reza, ya? Jadi kamu nontonnya sama Bang Reza aja.” tanya Mama sambil menyebutkan nama Kakaknya Rashia. Kakaknya sering pergi. Tapi kalo weekend gini ya, di rumah.
“Ya udah deh. buruan ma, teleponin Bang Reza.” kata Rashia.
“Iya.. iya..” kata mama sambil mengambil BlackBarry-nya.
Tak berapa lama kemudian, ada sebuah mobil berhenti di depan rumah Rashia. “RASHIAA!” kata Andin dan Danan keluar dari mobil itu.
“Hey, Ndin! Ngapain lo ke sini?” tanya Rashia heran.
“Lo udah siap?” tanya Anin sambil memperhatikan penampilan Rashia. Rashia emang udah dandan.
“Hah? Siap? Ngapain? Kemana? Gue mau jalan sama Bang Reza, Ndin.” kata Rashia.
“Ohh.. sayang banget. Padahal tadinya gue mau ngajak lo ikut sama gue sama Danan.” kata Andin kecewa.
“Iya nih, Sya. Padahal kayaknya seru kalo maen-maen sama lo di Dufan.” kata Danan.
“Enggak lah.. Gila aja. Entar gue jadi kambing congek lagi.” kata Rashia cengengesan.
“Iya juga sih.. hehe.” kata Danan sambil garuk-garuk kepalanya yang gak gatel.
“Iya juga ya.. Ya udah deh, selamat nonton sama Bang Reza ya, Sya! Gue pergi dulu. Hehehe. Tante, Andin permisi ya!” kata Andin sambil melambaikan tangan pada mamanya Rashia.
“Iya Tante, Danan juga permisi ya! Dadah Rashia!” kata Danan sambil menuju mobilnya.
“Oke, daah!” kata Mama Rashia.
“Iya, have a nice time ya di Dufan!” kata Rashia tersenyum.
“Oke, thanks ya, Sya!” kata Danan sambil melambaikan tangannya melalu jendela mobil.
Dan, mobil hitam itu pun melaju.
“Sya, kamu kapan mau punya pacar?” tanya mamanya.
“Ehm.. belom kepikiran, Ma. Lagian kan, aku mau belajar dulu.” kata Rashia.
“Kamu sama Reza sama aja ya. Reza juga gitu lho, pas seumuran kamu. Dan sampai sekarang, mana? Dia belum punya pacar juga, kan?” kata Mama.
“Kan, Bang Reza mungkin lagi nunggu Skripsi-nya beres dulu kali, Ma.” kata Rashia.
“Entar pas skiripsi udah selesai, mau nyari kerja dulu, ga mikirin pacaran. Terus pas udah dapet kerja pasti bilangnya, mau mikirin karir dulu, gak mau pcaran. Selalu begitu, kan?” kata Mama. Bener juga sih.
“Iya sih, Ma. Tapi kalo jodoh kan udah ada yang ngatur, Ma.” kata Rashia.
“Rejeki juga udah ada yang ngatur kok.” kata Mama.
“Hehehe.” Rashia ketawa.
“Kamu jangan kayak Reza ya, Sya. Pokoknya buruan cari pacar. Kalo enggak entar
mama jodohin loh!” kata Mama sambil menjawil hidung anaknya.
“Ya.. mama jahat amat sama Rashia.” kata Rashia.
“Kan biar kamu cari cowok, sayang. Mama gak mau anak mama jadi perawan tua.”
kata Mama.
“Yee.. gak gitu juga kali, Ma. Tapi cepet atau lambat juga, Rashia bakaln punya cowok kok Ma. Tenang aja, daaan... jangan sekali-kali mencba buat jodohin Rashia.” kata Rashia.
“Siip!” kata Mama.
“Assalamu’alaikum.” Reza membuka pintu depan.
“Eh, tuh abang kamu udah dateng, Sya.” kata Mama.
“Abaaang. Kangeeeen.” kata Rashia sambil berlali ke ruang tamu untuk memeluk abangnya. Reza emang jarang ketemu Rashia. Reza sekarang suka nginep di rumah temennya. Ngerjain skripsi.
“Abang juga kangen.” kata Reza sambil memeluk balik adik kesayangannya itu.
“Abang mau nemenin Rashia nonton kan, bang?” tanya Rashia sambil melepas pelukannya.
“Maulah. Mumpung abang lagi gak sibuk.” kata Reza.
“Oke, sekarang abang yang milih deh. Abang mau film apa?” tanya Rashia sambil berjalan menuju ruang keluarga, mengambil koran dan mencari-cari film yang bagus.
Reza pun mengikuti adiknya ke ruang keluarga.
“Yang ini bagus, Sya.” kata Reza sambil menunjuk salah satu film action.
“Abang mau yang ini?” tanya Rashia.
“Kalo kamu mau itu juga.” kata Reza sambil melepas jaketnya.
“Aku mau kok. Ya udah film ini aja. Berangkat sekarang yuk! Eh, abang capek gak? Kalo abang capek, berangkatnya entar siangan dikit aja.” kata Rashia.
“Gak usah, sekarang aja. Abang siap-siap dulu ya, Sya. Soalnya abang belum mandi nih.” kata Reza sambil naik ke atas.
“Reza, udah sarapan belum?” tanya Mama dari arah dapur.
“Udah Ma, tadi di rumah Raka.” kata Reza sambil menyebut nama temannya.
“Oh. Kamu mau dibikinin jus apa sayang?” tanya Mama.
“Jus Jambu boleh tuh kayaknya Ma. Hehehe.” kata Reza yang sudah memasuki kamar mandi di lantai dua.
“Ya udah mama bikinin. Kamu cepetan ya mandinya sayang.” kata Mamanya sambil mengambil beberapa buah jambu dari kulkas.
“Oke. Yang enak ya, Ma!” kata Reza.
“Oke deh!” kata Mamanya sambil memblender Jambu-jambu itu.
“Ma, papa kemana sih?” tanya Reza lagi.
“Ke Bandung, ada urusan di sana.” kata Mama.
“Mm..” gumam Reza. Sebenernya Reza udah tau, pasti papanya gak bakalan ada di rumah. Reza dan anggota keluarganya yang lain emang jarang banget ketemu Papa. Mama ada di rumah pas weekend gini juga udah untung banget lho sebenernya. Soalnya Mama juga orang sibuk. Tapi Reza tau kok, Papa dan Mama mereka sibuk begitu untuk kehidupan mereka juga.
*****
“Abang, kok lama mandinya?” seru Rashia dari lantai bawah. Sambil berdiri dan menyedekapkan kedua tangannya.
“Ini bentar lagi beres kok, Sya.” kata Reza sambil memakai kaosnya. Menyemprotkan sedikit parfum, dan, selesai.
“Lama banget deh, Bang.” kata Rashia. Jus Jambunya udah jadi daritadi, tapi abangnya belum beres juga mandinya. Mana Rashia udah siap lagi, bisa bisa Rashia keburu berantakkan lagi deh dandanannya.
“Iya, sayang. Ini udah beres, kan?” kata Reza sambil turun dari tangga.
“Hehehe.” Rashia cengengesan.
“Makanya jangan ngambek dulu.” kata Reza sambil menjawil hidung mancung adiknya itu. Reza dan Rashia, sangat mirip. Hanya bedanya, Rashia cewek, Reza cowok. Hidung mereka sama persis, mancung. Bibir tebal, kulit putih, mata bulat, dan warna mata mereka coklat tua. Warna yang indah banget.
“Buruan gih abisin tuh Jus Jambunya! Ayo berangkat. Aku udah gak sabar nonton filmnya. Tadi aku baca sinopsisnya di majalah. Kayaknya seru banget.” kata Rashia sambil duduk di sofa.
“Iya iyaa..” kata Reza setelah menghabiskan titik terakhir Jus Jambunya.
“Gile, cepet banget Bang minumnya?” kata Rashia terkagum-kagum. Iyalah, baru juga berapa detik, Jus-nya udah langsung abis.
“Hehe. Kan kata kamu yang cepet.” kata Reza.
“Iya, terserah deh. Ayo sekarang berangkat!” kata Rashia sambil menarik tangan Abangnya.
“Eit. Pamitan dulu dong sama Mama.” kata Reza.
“Oh iya, astagfirullah hal’adzim. Kok bisa lupa ya aku?” kata Rashia.
“Hahaha, Mama..” kata Reza sambil memanggil mamanya.
“Iya sayang, kenapa? Mau berangkat ya?” tanya Mamanya muncul habis dari ruang kerjanya.
“Iya, Ma. Berangkat dulu ya, Ma.” kata Reza sambil mencium kedua tangan Mamanya.
“Rashia juga ya, Ma.” kata Rashia sambil mencium tangan Mamanya juga.
“Hati-hati ya. Eh, butuh uang jajan gak?” tanya Mama.
“Hehe. Butuh, Ma.” kata Rashia.
“Bentar ya, Mama ambilin dulu.” kata Mama sambil memasukkin ruang kerjanya dan mengambil dompet.
“Cukup gak segini?” tanya Mama sambil mengeluarkan uang dari dalam dompet dan mengeluarkan tujuh lembar uang seratus ribuan.
“CUKUP BANGET MA!” kata Rashia semangat.
“Oke, nih buat kamu. Reza, butuh uang jajan juga, gak?” tanya Mama.
Reza yang udah mupeng dari tadi ngeliatin Rashia yang daprt duit segitu, langsung jawab, “BUTUH MA, BUTUH!”
“Wess.. tenang dong, santai aja jawabnya.” kata Mama sambil mengeluarkan sembilan lembar uang seratrus ribuan.
“Cukup gak?” tanya Mama lagi.
“Kenapa gak ditambahin satu lembar lagi, Ma? Ini mah, tanggung.” kata Reza.
“Iya juga ya.” kata Mama. Lalu mengambil satu lembar uang seratus ribuan lagi untuk anak cowoknya itu.
“Thanks ya Ma!” kata Rza sambil cengengesan.
“Iya, jangan malem-malem ya pulangnya!” kata Mama.
“Oke, Ma!” kata Reza sambil membuka pintu rumah, dan menghampiri mobilnya.
“Dadah Mama!” kata Rashia sambil menutup kembail pintu rumah.